top of page

Mengapa Kita Butuh Ilmu Perilaku Duit?

Masalah duit bagaimana pun sangat penting. Namun, masyarakat umum belum diberi bekal penjelasan tentang duit. Duit dianggap sakral atau mistis.

Stigma lainnya adalah anggapan bahwa orang kaya sebagai musuh kemiskinan. Lebih tepatnya kemiskinan dianggap sebagai dampak dari kesenjangan jarak antara kaya dan miskin. Kalau begitu, bagaimana kita bisa menyelesaikan kesenjangan bila duit yang bisa menjadikan kaya dianggap sebagai musuh?

Saat butuh bantuan kadang kita berpikir, kalau memang benar orang kaya duitnya banyak, kenapa dia tidak mau menolong kita?

Ya memang dari sudut pandang kita begitu, tapi dari sudut pandang orang kaya berbeda. Karena itu dibutuhkan perubahan sudut pandang sehingga tidak timbul gap atau jurang. Dengan demikian bisa lebih mempermudah hubungan antara orang kaya dan miskin, sehingga menghasilkan opportunity.

Ini paradoks orang kaya dan miskin:

Orang kaya menjadi banyak duitnya dari exploring opportunity, bukan nya dari sedekah. Orang kaya tidak suka negosiasi. Dia maunya menjadi power holder. Sedangkan orang miskin dituntut memiliki sikap ikhlas menolong. Karena itu jangan mengajukan syarat kepada penolongmu. Orang kaya melindungi hartanya dan karena itu dia mengutamakan pihak yang tidak kepepet uang. Orang kaya alergi bila uangnya berkurang, sehingga orang miskin jangan menunjukkan sikap lapar. Ada baiknya pepatah orang tua mengatakan, walaupun kamu lapar tapi paling tidak jangan menunjukkannya kepada orang lain. Semakin kaya semakin banyak merasa kehilangan. Yang dihitung bukan berapa hartanya, namun berapa yang berkurang. Karena itu orang miskin jangan mengharapkan toleransi dan sillidaritas orang kaya, seperti sesama orang miskin. Di antara orang miskin memang tingkat solidaritasnya meningkat. Semakin kaya semakin haus kekuasaan. Makin kaya makin haus, sehingga semakin kaya, semakin kuat memenuhi dahaganya. Sedangkan orang miskin dituntut tidak merasa haus. Namun bersikap contended atau merasa cukup. Ini membuat pertandingan menjadi persekutuan. Ada sebuah tembok berlin antara orang kaya dan miskin. Namanya tembok stigma. Orang kaya menganggap orang miskin kurang berusaha atau kurang rajin. Orang miskin menganggap orang kaya kurang pengertian. Karena itu menghadapi orang kaya perlu bersikap butuh, namun bisa netral melihat opportunity seperti sudut pandang orang kaya.

Negara mungkin perlu membuat lebih banyak sekolah atau program entrepreneurial, sehingga masyarakat bisa menjadi satu level. Misalnya, ketika Anda lulus sarjana IPB atau UI, Anda sederajat. Tidak peduli Anda laki perempuan, kaya atau miskin, semua sarjana sederajat.

Pertarungan di bidang duit terjadi, karena saat ini tidak ada lembaga sekolah yang menjadikan lulusannya satu level atau sederajat. Masalah menjadi lebih kompleks, karena masyarakat tidak didukung oleh bekal harta yang sebanding. Jurang kaya-miskin sudah terjadi bahkan sebelum mereka terjun ke dunia usaha.

Buku ‘Ingin Kaya? Jangan Cintai Uang,’ ditujukan bagi pemula atau masyarakat umum yang ingin mengerti dunia uang. Ibarat protozoa atau mikroba, kita exsplor bagaimana cara uang bergerak, bagaimana uang berperilaku.

Saking peliknya, banyak orang yang menderita karena uang. Kurangnya penjelasan tentang duit, mengakibatkan banyak korban salah dalam berdagang. Kurangnya penjelasan tentang duit, mengakibatkan banyak korban terjerat rentenir, Kredit Tanpa Agunan, Kredit Jaminan ATM, bahkan sekarang sedang musim praktik gadai Kartu Keluarga Sejahtera KKS. Bantuan tunai kompensasi BBM pun dijual.

Kembali ke soal tujuan menjadikan masyarakat sederajat dalam pertarungan di dunia duit, masyarakat bisa mendapat penjelasan tentang hal-hal yang ekuivalen dengan duit. Masyarakat bisa mempelajari duit, dengan cara melepaskan diri dari kebutuhan duit.


Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page